Khiyar dan Garansi (Fikih Muamalah Jinayah)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam mempelajari ilmu fiqih ada beberapa hal yang penting untuk
dikatahui dan untuk dipelajari salah satunya adalah mempelajari muamalah dan cabang
–cabang nya serta hukum yang terkandung di dalamnya.
Karena dengan mempelajari ilmu fiqih muamalah ini diharapkan dapat membantu
seseorang untuk memahami dan menjalankan
proses muamalah tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara sempurna dan sesuai dengan tuntunan syari’at.
Dalam Islam pada hakikatnya Rasulullah saw diutus
ke atas muka bumi adalah sebagai uswat al-hasanat dan rahmat lil-alamin. Semua
sunnah Rasulullah
saw menjadi panduan utama setelah al Quran bagi berbagai aspek kehidupan
manusia terutama aspek pendidikan. Dan salah satu yang dapat terlihat pada diri
Rasulullah
saw adalah ketika berhijrah ke Madinah, dan salah satu da’wah Rasulullah
saw. adalah
di pasar. Yang mana pasar itu ditempati para penjual dan pembeli. Karena adanya penjual dan pembeli di pasar
tersebut, maka terjadilah transaksi jual beli yang melibatkan istilah pilihan
terhadap barang yang akan di perjual belikan.
Dan dalam Islam istilah pilihan biasa di sebut khiyar. Khiyar ini merupakan salah satu hak
yang harus dimiliki antara penjual dan pembeli. Dengan demikian proses jual
beli akan berlangsung dengan perasaan aman dan nyaman. Sedangkan garansi dan
jaminan, merupakan bagian aktivitas ekonomi yang perlu mendapatkan legitimasi
hukum Islam yang jelas.
Maka dari itu, Rasulullah saw mencontohkan
kepada setiap manusia yang di muka bumi pada masa-masanya untuk selalu berjalan
sesuai syariat yang telah di tentukan oleh Allah swt.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan khiyar beserta
dalilnya ?
2. Apa saja macam- macam khiyar ?
3. Apa saja permasalahan dalam khiyar ?
4. Apa yang dimaksud dengan garansi?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud khiyar beserta dalilnya.
2. Untuk mengetahui
dan menjelaskan macam-macam khiyar.
3. Untuk mengetahui permasalahan dalam khiyar.
4. Untuk mengetahui maksud garansi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KHIYAR
1. Pengertian
Khiyar
Menurut kamus besar bahasa arab al-munawwir,
kata-kata khiyar dapat di jumpai dengan kata-kata “الحيار
ولاختيار ‘’ artinya pilihan. Sedangkan ‘’
حر ية ‘’ artinya kebebasan memilih dan ‘’احتيارا
‘’ dengan kemauan sendiri serta ‘’ artinya kebaikan dikiuti kata-kata “ الخيرية ‘’ berdasarkan kemauan sendiri. Jadi khiyar secara bahasa dapat diartikan ‘’pilihan, kebebasan
memilih, kemauan sendiri, kebaikan, berdasarkan kemauan sendiri. Sedangkan menurut istilah yang disebutkan
didalam kiitab fiqih islam yaitu ‘’khiyar artinya boleh memilih antara dua,
meneruskan aqad jual beli atau di urungkan, (ditarik kembali tidak jadi jual
beli). Diadakannya khiyar oleh syara’ agar
kedua orang yang berjual beli agar dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing
lebih jauh. Supaya tidak terjadi penyesalan di kemudian
hari, lantaran merasa tertipu. Dan khiyar menurut ulama fiqh yaitu “suatu keadaan yang menyebabkan
aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau
membatalkannya jika khiyar tersebuy berupa khiyar syarat, ‘aib atau ru’yah,
atau hendaklah memilih memilih diantara dua barang jika khiyar ta’yin.”[1]
Sedangkan menurut Sayid Sabiq mendefinisikan khiyar yaitu sebagai berikut :
طلب خير الامرين من الامضاء او لالغاء
“Mencari yang terbaik dari dua urusan anatara
melanjutkan atau membatalkan akad.”[2]
2. Dasar Hukum
Khiyar
Dasar hukum khiyar dijelaskan pada hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, sebagai berikut:
عن ابن عمر يقول
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم كل بيعين لا بيع بينهما حتى يتفرقا إلا بيع
الخيار
Artinya :
“Bersumber dari Ibnu Umar, ia berkata : Rasulullah bersabda :
Masing-masing penjual dan pembeli, tidak akan terjadi jual-beli di
antara mereka sampai mereka berpisah, kecuali dengan jual-beli khiyaar”[3]
B. MACAM-MACAM
KHIYAR
Ulama membagi khiyar kepada berbagai macam, yaitu:
1.
Khiyar Majlis
Khiyar majelis ialah kebebasan
memilih bagi pihak penjual dan pembeli untuk melangsungkan jual beli atau
membatalkannya selama masih di tempat jual beli.[4]Menurut
pendapat lain khiyar majlis yaitu dua pihak yang berjual beli boleh khiyar
selama mereka belum berpisah.[5] Majlis berarti tempat transaksi, dengan
khiyar majlis berarti hak pelaku transaksi untuk meneruskan atau membatalkan
akad. Dalil tentang disyariatkan khiyar majlis yaitu :
وعن ابن عمر ر ه ع : عن رسول الله ص ع و قال : (اذا تبايع الرجلان فكل واحد
منهما بالخيار ما لم يتفرقا وكان جميعا او يخير احدهما الاخر فان خير احدهما الاخر
فتبايعا على ذلك فقد وجب البيع وان تفرقا بعد ان تبايعا ولم يترك واحد منهما البيع
فقد وجب البيع) (رواه المسلم)
“Dari ibnu umar ra.dari Rasulullah saw,beliau bersabda,apabila dua
orang melakukan transaksi jual beli,maka masing-masing mereka mempunyai hak
khiyar,selama keduanya belum berpisah, dalam keduanya masih bersama atau salah
seorang diantara keduanya tidak menetapkan khiyar pada yang lain,kemudian
keduannya melangsungkan akad jual belinya atas ketetapan tersebut,maka jadilah
transaksijual beli itu.jika mereka berpisah setelah melakukan jual beli,dan
salah seorang dari mereka tidak membatalkan jual beli,maka jadilah akad jual
belinya.”(HR Muslim)[6]
Khiyar majelis merupakan hak kedua belah
pihak, waktunya dimulai dari awal akad dan berakhir saat jasad kedua belah
pihak berpisah dari tempat akad berlangsung sekalipun akad tersebut berlangsung
lama.
Bilamana akad berlangsung via telepon waktu khiyar
berakhir dengan ditutupnya gagang
telepon. Dan bilamana berlangsung via internet menggunakan progam messenger
maka waktu khiyar berakhir denagn ditutupnya program tersebut. Dan bila
berlangsung dengan cara mengisi daftar belanja maka ijabnya dengan mengisi
daftar yang kemudian dikirim kepihak penjual, sedangkan pengiriman daftar dari
pihak penjual dianggap sebagai Kabul. Dan
khiyar berakhir dengan terkirimnya daftar belanja yang telah diisi sebelumnya.[7] Sedangkan menurut pendapat lain habislah
khiyar majelis apabila :
1) Kedua
memilih akan meneruskan akad. Jika salah seorang dari keduanya memilih akan
meneruskan akad, habislah khiyar dari pihaknya, tetapi hak yang lain masih
tetap.
2) Keduanya
terpisah dari tempat jual beli. Arti berpisah ialah menurut kebiasaan. Apabila
kebiasaan telah menghukum bahwa keadaan keduanya sudah berpisah, tetaplah jual
beli antara keduanya. Kalau kebiasaan mengatakan belum berpisah, masih
terbukalah pintu khiyar antara keduanya. Kalau keduanya berselisih umpamanya
seorang mengatakan sudah berpisah, sedangkan yang lain mengatkan belum, yang
mengatakan belum hendaklah dibenarkan dengan sumpahnya, karena yang asal belum
berpisah.[8]
2.
Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah kedua belah pihak yang berakad atau
salah satunya menetapkan syarat waktu untuk menunggu apakah ia akan meneruskan
akad atau membatalkannya ketika masih dalam tempo ini. Misalnya : pembeli
berkata: aku beli barang ini dengan syarat aku berhak khiyar selama satu
minggu. Maka dia berhak meneruskan atau membatalkan transaksi dalam temo
tersebut sekalipun barang itu tidak ada cacatnya.
Dalil pensyariatan khiyar syarat yaitu
hadis Rasulullah saw berikut ini: “Dan
bila slah satu dari keduanya menawarkan pilihan, kemudian mereka berjual beli
dengan asas pilihan yang ditawarkan mereka tersebut maka selesailah akad jual
beli tersebut” .
Sebagaimana ulama menafsirkan hadits ini, bahwa bila
salah satu dari keduanya memberikan tawaran untuk memperpanjang masaa
berlakunya hak pilih ini, kemudian mereka menyetujuinya, maka akad jual beli
selesai, sesuai dengan tawaran tersebut dan penafsiran ini selaras dengan
prinsip suka sam suka, sebab prinsip ini dikembalikan seutuhnya kepada kedua
belah pihak yang bertransaksi. Dan dalam hadits lain, yaitu : “Perdamian
dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syara yang mengharamkan yag halal atau menghalalkan
yang haram“ (HR.Tirmidzi dari Amr bin Auf).
Jumhur
ulama sepakat (ijma’) ulama boleh bagi orang yang berjual beli melakukan
transaksi semacam ini. Adapun tempo lama yang dipersyaratkan tidak lebih dari
tiga hari.[9]
Syarat sah khiyar syarat menurut Dr.Yusuf
Al-Subaily, yaitu :
a.
Kedua belah pihak saling rela,baik kerelaannya terjadi sebelum atau
saat akad berlangsung
b.
Waktunya jelas sekalipun jangkanya panjang
Sedangkan
berakhirnya masa khiyar syarath,ditandai dengan berakhirnya jangka waktu yang
telah disepakati atau keduannya sepakat mengakhiri waktu khiyar sebelum
berakhirnya waktu yang disepakati sebelumnya.[10]
3.
Khiyar Aib
Khiyar aib yaitu kebebasan memilih untuk melangsungkan akad
atau membatalkannya apabila pada barang yang dibeli terdapat cacat.[11] Menurut
Al-Ghazali seperti yang dikutip oleh prof.Dr.Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
khiyar aib ialah setiap sifat tercela
yang menurut tradisi pada umumnya dapat mengurangi kewajaran atau kenormalan
barang dagangan. Dasar khiyar
aib ialah An-Nisa : 29, yaitu :
ياايهاالذين امنوا لا تأكلوا اموالكم بينكم بالباطل الا ان تكون تجارة
عن تراض منكم ولا تقتلوا انفسكم ان الله كان بكم رحيما
Artinya: “Hai prang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.dan janganlah kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah Maha Peyayangan kepadamu”[12]
Sedangkan dalil hadisnya adalah sebagai berikut:
اَلْمُسْلِمُ اَخُواْلمُسْلِمِ لَايَحِلُّ
لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ اَخِيْهِ بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ اِلَّابَيّنَةٌ لَهُ
“Seorang muslim adalah saudara muslim tidak halal bagi seorang muslim
menjual kepada saudaranya suatu barang yang ada cacatnya kecuali ia menjelaskan
kepadanya” (HR.Ibnu Majah).
Dalam hadis lain Beliau bersabda :
من غسنا فليس منا
“Barang siapa yang berbuat menipu, maka dia bukan termasuk
golongan Kami” (HR Muslim).[13]
Mengenai khiyar aib ini dalam hadits lain
Rasulullah saw bersabda :“Dari Wasilah Ibnu Al-asqa ra. Ia berkata, Rasulullah
saw bersabda tidak halal bagi seorang yang menjual sesuatu kecuali ia
menjelaskan sesuatu yang ada padanya, dan tidak halal bagi orang yang
mengetahui hal itu kecuali menjelaskannya”. (HR.Ahmad)
Berikut
ini adalah beberapa masalah yuridis dalam khiyar aib, yaitu
sebagai berikut :
a.
Jika seseorang membeli barang dagangan yang mengandung aib (cacat), ia
boleh menggunakan hak khiyar, mengembalikannya dan mengambil
uangnya, atau membiarkan dengan kortingan harga.
b.
Cara menentukan kortingan harga adalah dengan membandingkan dengan
barang dagangan yang tidak ada aibnya dengan barang dagangan yang ada
aibnya,dan selisih harga itulah yang menjadi kortingan.
c.
Jika terjadi perselisihan anatar penjual dan pembeli siapa yang
menyebabkan aib,seperti jika seseorang membeli hewan,kemudian keesokan haraiaya
ia mengklaim bahwa hewan itu pincang,atau jika seseorang memeli makanan
kemudian rusak dan tidak mengerti siapa yang menyebabkannya,dalam hal ini yang
dijadikan pegangan adalah klaim penjual dengan sumpah,atau saling
mengembalikan.[14]
4.
Khiyar Ru’yah
Khiyar
ru’yah adalah hak bagi orang yang hendak memiliki barang untuk meneruskan atau
tidak ketika melihat tempat transaksi yang sebelumnya tidak diketahui.[15] Konsep khiyar ini disampaikan oleh fuqoha Hanafiyah,
Malikiyah, Hanabilah dan Dhahiriyah dalam kasus jual beli benda yang ghaib
(tidak ada ditempat) atau benda yang belum pernah diperiksa. Sedangkan menurut Imam
Syafi’i khiyar ru’yah ini tidak sah dalam proses jual beli karena menurutnya
jual beli terhadap barang yang ghaib (tidak ada ditempat) sejak semula dianggap
tidak sah. Adapun landasan hukum mengenai
khiyar ru’yah sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits:
من اشترى شيئا لم يراه فهو بالخيار اذاراه
(رواهالدارقطنى عن أبي هريرة)
“Barang siapa yang membeli sesuatu yang belum pernah dilihatnya, maka
baginya hak khiyar ketika melihatnya.” (HR Ad-Daruqutni dari
Abu Hurairah).
5.
Khiyar Naqd (Pembayaran)
Khiyar
naqd tersebut terjadi apabila dua pihak melakukan jual beli dengan ketentuan
jika pihak pembeli tidak melunasi pembayaran, atau pihak penjual tidak
menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu. Maka pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk membatalkan atau
tetap melangsungkan akad.[16]
6.
Khiyar Ta’yin
Khiyar at-Ta’yin adalah khiyar hak pilih bagi pembeli
dalam menetukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli. Contoh adalah
dalam pembelian keramik, misalnya ada yang berkualitas super (KW 1 ) dan sedang
(KW 2). Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui pasti mana keramik yang super dan
mana keramik yang berkualitas sedang. Untuk menentukan pilihan itu ia
memerlukan bantuan pakar keramik dan arsitek.khiyar seperti ini, menurut ulama
hanafiyah adalah boleh. Dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda
kualitas sangat banyak, yang berkualitas ini tidak diketahui dengan pasti oleh
pembeli, sehingga ia memerlukan bantuan seorang pakar. Agar pembeli tidak
tertipu dan agar produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya, maka khiyar
at-ta’yin dibolehkan.
Akan tetapi, jumhur ulama fiqih tidak menerima keabsahan kyiar at-ta’yin
yang dikemukakan ulama Hanafiyah. Alasan mereka, dalam akad jual beli ada
ketentuan bahwa barang yang diperdagangkam (as-si’lah) haeus jelas, baik
kualitas maupun kuantitasnya.dalam persoalan khiyar at-ta’yin, menurut mereka kelihatan
bahwa identitas barang yang akan dibeli belum jelas ,oleh karena itu yang termasuk ke dalam jual beli al ma’dum (tidak
jelas identitasnya) yang dilarang syara. [17]
C. KHIYAR DAN PERMASALAHANNYA
1. Siapa Pemilik Hak Khiyar?
Siapa pemilik hak khiyar, penjual
atau pembeli saja? Bagaimana hukum kasus tentang “ barang yang sudah di beli tidak
boleh dikembalikan”.
Pada dasarnya khiyar pada jual beli diperbolehkan. Akan tetapi
tergantung ketika akad jual beli berlangsung. Khiyar tidak sah jika salah satu
pihak merasa dirugikan atau salah satu darinya ada sebuah kebohongan. Dalam
pembahasan diatas sudah sangat jelas mengenai sah dan batalnya khiyar. Sah jika
syaratnya terpenuhi, khiyar akan batal jika persyaratan tidak terpenuhi atau
salah satu pihak merasa dirugikan. Karena unsur kebohongan, untuk itu apabila
kita membeli sesuatu harus teliti, cermat dan hati-hati.
Pemilik
hak khiyar adalah penjual dan pembeli, jadi apabila ada penjual yang sudah
menuliskan “barang yang sudah dibeli tidak boleh dikembalikan”. Itu merupakan
akad dari penjual maka pembeli sebelum membeli atau mengesahkan jual belinya
harus lebih teliti. Tetapi apabila kita merujuk pada hadits:
عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: اْلمُتَبَا يِعَانِ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِا لْخِيَارِ عَلَى صَا
حِبِهِ مَا لَمْ يَتَفَرَّ قَا إِلاَّ بَيْعَ الْخِيَا رِ.
Artinya: “Setiap penjual dan pembeli berhak
memilih (khiyar) atas yang lainnya selama belum berpisah, kecuali jual beli
khiyar”, maka boleh dikembalikan, akan tetapi ada perjanjian akad terlebih dahulu dengan penjual meskipun sudah tertera barang yang
sudah dibeli tidak boleh dikembalikan.[18]
2. Khiyar dalam
Jual Beli Ghubun (Curang)
Jika seseorang telah menjual dan
membeli dan terjadi kecurangan, dia boleh rujuk dan membatalkan akad dengan
syarat ia tidak mengetahui harga barang dan tidak pandai menawar. Jika hal ini
terjadi, ia boleh melakukan khiyar, melangsungkan akad atau membatalkannya.
Dalam sebuah riwayat bahwa Hibban bin Munqis melaporkan kepada Rasulullah saw
bahwa dia ditipu dalam jual beli. Maka Beliau bersabda kepadanya :
“Jika kamu melakukan jual beli, maka katakan :
tidak ada tipuan.” Ibnu Ishak dalam riwayat Yunus bin Bakir Abdul ‘Ala
menambahkan: “Kemudian Engkau boleh melakukan khiyar pada semua barang yang
kamu beli selama tiga malam. Jika kamu senang, ambilah, jika tidak,
kembalikanlah.”[19]
3.
Hukum Jual Beli Barang Cacat
Manakala
akad telah berlangsung dan si pembeli telah mengetahui adanya cacat, dalam
keadaan seperti itu akad merupakan kelaziman dan tidak ada khiyar (lagi),
karena ia telah rela dengan barang tersebut. Adapun jika pembeli belum
mengetahui hal tersebut (cacat) kemudian setelah akad, baru ia mengetahuinya,
dalam keadaan seperti ini akad dinyatakan benar, tetapi tidak merupakan
kelaziman. Pembeli berhak melakukan khiyar antara mengembalikan barang dan
mengambil kembali pembayarannya yang telah diberikan kepada penjual, atau ia
meminta ganti rugi (pengurangan) sesuai dengan adanya keadaan cacat, kecuali
jika ia rela menerima seperti itu, atau tanda-tanda yang menjelaskan kerelaan
seperti menawarkan yang baru ia beli untuk dijual (lagi) atau menggunakannya
atau menguasainya.[20]
4. Cara Menggugurkan Khiyar
1)
Pengguguran jelas (sharih)
Pengguguran
oleh orang yang berkhiyar, seperti menyatakan “saya batalkan khiyar dan saya
ridha.” Denga demikian, akad menjadi lazim (sahih).
2)
Pengguguran dengan dilalah
Ialah tasharruf
(beraktivitas dengan barang tersebut) dari pelaku kiyar yang menunjukan bahwa
jual beli tersebut jadi dilakukan, seperti pembeli menghibahkan barang tersebut
kepada orang lain, atau sebaliknya pembeli mengembalikab kepemilikan kepada
penjual. Pembeli menyerahkan kembali barang kepada penjual menunjukan bahwa ia
membatalkan jual beli atau akad.
3)
Pengguguran khiyar dengan
kemudaratan
·
Habis waktu
·
Kematian orang yang
memberikan syarat
·
Barang rusak ketika masih
khiyar
·
Adanya cacat pada barang[21]
D. GARANSI
1. Pengertian
Garansi
Garansi adalah jaminan atau tanggungan. Ia termasuk salah satu
bentuk layanan purna yang diberikan oleh penjual kepada pembeli, dalam bentuk
perjanjian tertulis. Sedangkan jaminan dalam definisi "janji seorang untuk
menanggung utang atau kewajiban pihak lain", dalam fiqh termasuk dalam bab
dhaman, yaitu menanggung atau menjamin utang, menghadirkan barang
atau orang ke tempat yang ditentukan.[22]
Dalam
hal ini terkecuali kerusakan atau cacat yang telah diketahui diberitahu garansi atau jaminan ini punya
jangka waktu tertentu. Contohnya A
membeli sebuah pesawat televisi kepada toko B, lantas pihak toko pada waktu
menyerahkan barang juga menyertakan kartu garansi dalam waktu garansi dan
selalu dicantumkan ketentuan-ketentuan garansi yang diberikan termasuk juga
jangka waktunya seperti lazimnya 1 tahun, 2 tahun atau 3 tahun.
2.
Dasar Hukum Garansi
Menurut pandangan ahli hukum Islam
perjanjian seperti ini dapat diterima (tidak bertentangan) dengan
ketentuan hukum Islam. Ibnu Al-Qayyim
mengemukakan: “Ini suatu kesepakatan dari mereka,bahwa jual beli sah dan boleh
adanya syarat bebas cacat” (Sayid Sabiq,12,1998:92).
Menurut
penulis dasar hukum pembolehan garansi dalam perjanjian jual beli dapat
disandarkan kepada hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya berbunyi sebagai
berikut: “Kamu telah mengetahui tentang urusan duniamu”.
Ditengah-tengah
masyarakat dewasa ini, persoalan garansi ini bukan lagi merupakan hal yang
baru, bahkan masyarakat luas nampaknya sudah menerimanya sebagai suatu kebiasan
bahkan boleh dikatakan merupakan kelaziman dan biasanya bila seseorang membeli
sesuatu barang berharga, sebelum transaksi
jual beli dilaksankan terlebih dahulu ditanyakannya tentang garansinnya.
Apabila
ada suatu kelaziman telah diterima ditengah-tengah masyarakat,dan kelaziman itu
tidak pula bertentangan dengan ketentuan syari”at Islam (Hukum Islam), maka kelaziman tersebut adalah
merupakan hukum, hal ini sejalan dengan kaidah hukum islam yang dalam Bahasa Indonesianya
berbunyi sebagai berikut: “adat kebiasaan itu diakui sebagai landasan dasar
hukum”. Atau dalam istilah lain bahwa kebiasaan itu merupakan sumber hukum. Sedangkan
kalau dilihat dari segi kemanfaatannya kepada mayarakat luas tentunya sangat besar sekali, sebab
dengan adanya perjanjian garansi dalam jual beli ini sekaligus sebagai
perlindungan terhadap konsumen yang ada pada tingkat berada dibawah pihak
penjual.[23]
Pada
prinsipnya khiyar dan garansi ini adalah salah satu cara yang dilakukan oleh
penjual dalam rangka memberikan kepuasan kepada pembeli sehingga terciptanya
kepuasan antara kedua belah pihak. Garansi dalam hal ini adalah jaminan dari
pihak penjual bahwa barang yang dijualnya adalah barang yang terbaik.[24]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa dapat diartikan ‘’pilihan, kebebasan memilih, kemauan
sendiri, kebaikan, berdasarkan kemauan sendiri. Sedangkan menurut istilah yang disebutkan didalam kiitab
fiqih islam yaitu ‘’khiyar artinya boleh memilih antara dua, meneruskan aqad
jual beli atau di urungkan, (ditarik kembali tidak jadi jual beli).
Dasar hukum khiyar dijelaskan pada hadist yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut :
عن ابن عمر يقول قال رسول الله صلى الله عليه و سلم كل بيعين لا بيع بينهما
حتى يتفرقا إلا بيع الخيار
“Bersumber
dari Ibnu Umar, ia berkata : Rasulullah bersabda : Masing-masing penjual
dan pembeli, tidak akan terjadi jual-beli di antara mereka sampai
mereka berpisah, kecuali dengan jual-beli khiyaar”
Khiyar terbagi menjadi beberapa macam,
diantaranya yaitu : Khiyar Majlis, Khiyar Syarat, Khiyar Aib, Khiyar Ru’yah,
Khiyar Naqd (pembayaran) dan Khiyar
Ta’yin. Sedangkan beberapa permasalahan yang terjadi dalam khiyar diantarnya
yaitu:
1.
Siapa pemilik hak khiyar?
2.
Khiyar dalam jual beli ghubun (curang)
3.
Hukum jual beli barang cacat
4.
Cara mengugurkan khiyar
Garansi adalah
jaminan atau tanggungan. Ia termasuk salah satu bentuk layanan purna yang
diberikan oleh penjual kepada pembeli, dalam bentuk perjanjian tertulis. Sedangkan dasar hukum pembolehan garansi dalam
perjanjian jual beli dapat disandarkan kepada hadist Nabi Muhammad SAW yang
artinya berbunyi sebagai berikut: “Kamu telah mengetahui tentang urusan
duniamu”.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar Moch. 1973 .FIQIH ISLAM .Bandung:
PT. Alma’arif
Chairuman Pasaribu. Suhrawardi K.Lubis. 2004. HUKUM
PERJANJIAN DALAM ISLAM. Jakarta: Sinar Grafika
Hasbiyallah. 2014. SUDAH
SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?. Yogyakarta : Salma Idea
http://staipanabangil.blogspot.co.id/2014/04/makalah-fiqih-muamalah-khiyar.html. Diakses pada 21 September 2017 pukul 22.47 WIB
Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj. 1993. SHAHIH MUSLIM
(Terjemah Oleh Adib Bisri Mustofa) Jilid III. Semarang: CV. Assyifa
Mardani. 2013. HUKUM
PERIKATAN SYARIAH DI INDONESIA. Jakarta: Sinar Grafika
Rasjid Sulaiman. 2012. FIQH
ISLAM. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Syafei Rahmat. 2001. FIQIH
MUAMALAH.Bandung: PT.Pustaka Setia
[3] Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj, SHAHIH
MUSLIM (Terjemah Oleh Adib Bisri Mustofa), Jilid III, (Semarang: CV.
Assyifa’, 1993 Hal. 4
[10] Mardani. HUKUM
PERIKATAN SYARIAH DI INDONESIA (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) Hal. 115
[12]Ibid. Hal 116
[16] http://staipanabangil.blogspot.co.id/2014/04/makalah-fiqih-muamalah-khiyar.html. Diakses pada 21 September 2017 pukul 22.47 WIB
[18]http://staipanabangil.blogspot.co.id/2014/04/makalah-fiqih-muamalah-khiyar.html. Diakses pada 21 September 2017 pukul 22.47 WIB
[23] Chairuman Pasaribu. Suhrawardi K.Lubis.HUKUM
PERJANJIAN DALAM ISLAM. (Jakarta: Sinar Grafika, 2004)Hal. 44
Komentar
Posting Komentar