Khiyar dan Garansi (Fikih Muamalah Jinayah)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam mempelajari ilmu fiqih ada beberapa hal yang penting untuk dikatahui dan untuk dipelajari salah satunya adalah mempelajari muamalah dan cabang –cabang nya serta hukum yang terkandung di dalamnya. Karena dengan mempelajari ilmu fiqih muamalah ini diharapkan dapat membantu seseorang untuk memahami dan menjalankan proses muamalah tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara sempurna dan sesuai dengan tuntunan syari’at.
Dalam Islam pada hakikatnya Rasulullah saw diutus ke atas muka bumi adalah sebagai uswat al-hasanat dan rahmat lil-alamin. Semua sunnah Rasulullah saw menjadi panduan utama setelah al Quran bagi berbagai aspek kehidupan manusia terutama aspek pendidikan. Dan salah satu yang dapat terlihat pada diri Rasulullah saw adalah ketika berhijrah ke Madinah, dan salah satu da’wah Rasulullah saw. adalah di pasar. Yang mana pasar itu ditempati para penjual dan pembeli.  Karena adanya penjual dan pembeli di pasar tersebut, maka terjadilah transaksi jual beli yang melibatkan istilah pilihan terhadap barang yang akan di perjual belikan.
Dan dalam Islam istilah pilihan biasa di sebut khiyar.  Khiyar ini merupakan salah satu hak yang harus dimiliki antara penjual dan pembeli. Dengan demikian proses jual beli akan berlangsung dengan perasaan aman dan nyaman. Sedangkan garansi dan jaminan, merupakan bagian aktivitas ekonomi yang perlu mendapatkan legitimasi hukum Islam yang jelas.
Maka dari itu, Rasulullah saw mencontohkan kepada setiap manusia yang di muka bumi pada masa-masanya untuk selalu berjalan sesuai syariat yang telah di tentukan oleh Allah swt.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan khiyar beserta dalilnya ?
2.      Apa saja  macam- macam khiyar ?
3.      Apa saja permasalahan dalam khiyar ?
4.      Apa yang dimaksud dengan garansi?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui maksud khiyar beserta dalilnya.
2.      Untuk mengetahui  dan menjelaskan macam-macam khiyar.
3.      Untuk mengetahui permasalahan dalam khiyar.
4.      Untuk mengetahui maksud garansi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    KHIYAR
1.      Pengertian Khiyar
Menurut kamus besar bahasa arab al-munawwir, kata-kata khiyar dapat di jumpai dengan kata-kata “الحيار ولاختيار ‘’ artinya pilihan. Sedangkan ‘’ حر ية ‘’ artinya kebebasan memilih dan ‘’احتيارا  ‘’ dengan kemauan sendiri serta ‘’ artinya kebaikan dikiuti kata-kata “ الخيرية ‘’ berdasarkan kemauan sendiri. Jadi khiyar secara bahasa dapat diartikan ‘’pilihan, kebebasan memilih, kemauan sendiri, kebaikan, berdasarkan kemauan sendiri. Sedangkan menurut istilah yang disebutkan didalam kiitab fiqih islam yaitu ‘’khiyar artinya boleh memilih antara dua, meneruskan aqad jual beli atau di urungkan, (ditarik kembali tidak jadi jual beli). Diadakannya khiyar oleh syara’ agar kedua orang yang berjual beli agar dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh. Supaya tidak terjadi penyesalan di kemudian hari, lantaran merasa tertipu. Dan khiyar menurut ulama fiqh yaitu “suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkannya jika khiyar tersebuy berupa khiyar syarat, ‘aib atau ru’yah, atau hendaklah memilih memilih diantara dua barang jika khiyar ta’yin.”[1] Sedangkan menurut Sayid Sabiq mendefinisikan khiyar yaitu sebagai berikut :
طلب خير الامرين من الامضاء او لالغاء
“Mencari yang terbaik dari dua urusan anatara melanjutkan atau membatalkan akad.”[2]

2.      Dasar Hukum Khiyar
Dasar hukum khiyar dijelaskan pada hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, sebagai berikut:
عن ابن عمر يقول قال رسول الله صلى الله عليه و سلم كل بيعين لا بيع بينهما حتى يتفرقا إلا بيع الخيار
Artinya :
Bersumber dari Ibnu Umar, ia berkata : Rasulullah bersabda : Masing-masing penjual dan  pembeli, tidak akan  terjadi jual-beli di antara mereka sampai mereka berpisah, kecuali dengan jual-beli khiyaar[3]

B.     MACAM-MACAM KHIYAR
  Ulama membagi khiyar kepada berbagai macam, yaitu:
1.      Khiyar Majlis
Khiyar majelis ialah kebebasan memilih bagi pihak penjual dan pembeli untuk melangsungkan jual beli atau membatalkannya selama masih di tempat jual beli.[4]Menurut pendapat lain khiyar majlis yaitu dua pihak yang berjual beli boleh khiyar selama mereka belum berpisah.[5] Majlis berarti tempat transaksi, dengan khiyar majlis berarti hak pelaku transaksi untuk meneruskan atau membatalkan akad. Dalil tentang disyariatkan khiyar majlis yaitu :

وعن ابن عمر ر ه ع : عن رسول الله ص ع و قال : (اذا تبايع الرجلان فكل واحد منهما بالخيار ما لم يتفرقا وكان جميعا او يخير احدهما الاخر فان خير احدهما الاخر فتبايعا على ذلك فقد وجب البيع وان تفرقا بعد ان تبايعا ولم يترك واحد منهما البيع فقد وجب البيع) (رواه المسلم)  
Dari ibnu umar ra.dari Rasulullah saw,beliau bersabda,apabila dua orang melakukan transaksi jual beli,maka masing-masing mereka mempunyai hak khiyar,selama keduanya belum berpisah, dalam keduanya masih bersama atau salah seorang diantara keduanya tidak menetapkan khiyar pada yang lain,kemudian keduannya melangsungkan akad jual belinya atas ketetapan tersebut,maka jadilah transaksijual beli itu.jika mereka berpisah setelah melakukan jual beli,dan salah seorang dari mereka tidak membatalkan jual beli,maka jadilah akad jual belinya.”(HR Muslim)[6]
Khiyar majelis merupakan hak kedua belah pihak, waktunya dimulai dari awal akad dan berakhir saat jasad kedua belah pihak berpisah dari tempat akad berlangsung sekalipun akad tersebut berlangsung lama.
Bilamana akad berlangsung via telepon waktu khiyar berakhir dengan  ditutupnya gagang telepon. Dan bilamana berlangsung via internet menggunakan progam messenger maka waktu khiyar berakhir denagn ditutupnya program tersebut. Dan bila berlangsung dengan cara mengisi daftar belanja maka ijabnya dengan mengisi daftar yang kemudian dikirim kepihak penjual, sedangkan pengiriman daftar dari pihak penjual dianggap sebagai Kabul. Dan khiyar berakhir dengan terkirimnya daftar belanja yang telah diisi sebelumnya.[7] Sedangkan menurut pendapat lain habislah khiyar majelis apabila :
1)  Kedua memilih akan meneruskan akad. Jika salah seorang dari keduanya memilih akan meneruskan akad, habislah khiyar dari pihaknya, tetapi hak yang lain masih tetap.
2)  Keduanya terpisah dari tempat jual beli. Arti berpisah ialah menurut kebiasaan. Apabila kebiasaan telah menghukum bahwa keadaan keduanya sudah berpisah, tetaplah jual beli antara keduanya. Kalau kebiasaan mengatakan belum berpisah, masih terbukalah pintu khiyar antara keduanya. Kalau keduanya berselisih umpamanya seorang mengatakan sudah berpisah, sedangkan yang lain mengatkan belum, yang mengatakan belum hendaklah dibenarkan dengan sumpahnya, karena yang asal belum berpisah.[8]

2.      Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah kedua belah pihak yang berakad atau salah satunya menetapkan syarat waktu untuk menunggu apakah ia akan meneruskan akad atau membatalkannya ketika masih dalam tempo ini. Misalnya : pembeli berkata: aku beli barang ini dengan syarat aku berhak khiyar selama satu minggu. Maka dia berhak meneruskan atau membatalkan transaksi dalam temo tersebut sekalipun barang itu tidak ada cacatnya.
          Dalil pensyariatan khiyar syarat yaitu hadis Rasulullah saw berikut ini:  “Dan bila slah satu dari keduanya menawarkan pilihan, kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan yang ditawarkan mereka tersebut maka selesailah akad jual beli tersebut” .
Sebagaimana ulama menafsirkan hadits ini, bahwa bila salah satu dari keduanya memberikan tawaran untuk memperpanjang masaa berlakunya hak pilih ini, kemudian mereka menyetujuinya, maka akad jual beli selesai, sesuai dengan tawaran tersebut dan penafsiran ini selaras dengan prinsip suka sam suka, sebab prinsip ini dikembalikan seutuhnya kepada kedua belah pihak yang bertransaksi. Dan dalam hadits lain, yaitu : “Perdamian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syara yang mengharamkan yag halal atau menghalalkan yang haram“ (HR.Tirmidzi dari Amr bin Auf).
          Jumhur ulama sepakat (ijma’) ulama boleh bagi orang yang berjual beli melakukan transaksi semacam ini. Adapun tempo lama yang dipersyaratkan tidak lebih dari tiga hari.[9]
      Syarat sah khiyar syarat menurut Dr.Yusuf Al-Subaily, yaitu :
a.       Kedua belah pihak saling rela,baik kerelaannya terjadi sebelum atau saat akad berlangsung
b.      Waktunya jelas sekalipun jangkanya panjang
Sedangkan berakhirnya masa khiyar syarath,ditandai dengan berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati atau keduannya sepakat mengakhiri waktu khiyar sebelum berakhirnya waktu yang disepakati sebelumnya.[10]

3.      Khiyar Aib
      Khiyar aib yaitu kebebasan memilih untuk melangsungkan akad atau membatalkannya apabila pada barang yang dibeli terdapat cacat.[11] Menurut Al-Ghazali seperti yang dikutip oleh prof.Dr.Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar khiyar aib  ialah setiap sifat tercela yang menurut tradisi pada umumnya dapat mengurangi kewajaran atau kenormalan barang dagangan. Dasar khiyar aib ialah An-Nisa : 29, yaitu :
ياايهاالذين امنوا لا تأكلوا اموالكم بينكم بالباطل الا ان تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا انفسكم ان الله كان بكم رحيما
Artinya: “Hai prang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Peyayangan kepadamu”[12]
Sedangkan dalil hadisnya adalah sebagai berikut:
اَلْمُسْلِمُ اَخُواْلمُسْلِمِ لَايَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ اَخِيْهِ بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ اِلَّابَيّنَةٌ لَهُ

“Seorang muslim adalah saudara muslim tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya suatu barang yang ada cacatnya kecuali ia menjelaskan kepadanya” (HR.Ibnu Majah).
Dalam hadis lain Beliau bersabda :
من غسنا فليس منا
“Barang siapa yang berbuat menipu, maka dia bukan termasuk golongan Kami”  (HR Muslim).[13]
Mengenai khiyar aib ini dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda :“Dari Wasilah Ibnu Al-asqa ra. Ia berkata, Rasulullah saw bersabda tidak halal bagi seorang yang menjual sesuatu kecuali ia menjelaskan sesuatu yang ada padanya, dan tidak halal bagi orang yang mengetahui hal itu kecuali menjelaskannya”. (HR.Ahmad)
          Berikut ini adalah beberapa masalah yuridis dalam khiyar aib, yaitu sebagai berikut :
a.       Jika seseorang membeli barang dagangan yang mengandung aib (cacat), ia boleh menggunakan hak khiyar, mengembalikannya dan mengambil uangnya, atau membiarkan dengan kortingan harga.
b.      Cara menentukan kortingan harga adalah dengan membandingkan dengan barang dagangan yang tidak ada aibnya dengan barang dagangan yang ada aibnya,dan selisih harga itulah yang menjadi kortingan.
c.       Jika terjadi perselisihan anatar penjual dan pembeli siapa yang menyebabkan aib,seperti jika seseorang membeli hewan,kemudian keesokan haraiaya ia mengklaim bahwa hewan itu pincang,atau jika seseorang memeli makanan kemudian rusak dan tidak mengerti siapa yang menyebabkannya,dalam hal ini yang dijadikan pegangan adalah klaim penjual dengan sumpah,atau saling mengembalikan.[14]

4.      Khiyar Ru’yah
          Khiyar ru’yah adalah hak bagi orang yang hendak memiliki barang untuk meneruskan atau tidak ketika melihat tempat transaksi yang sebelumnya tidak diketahui.[15] Konsep khiyar ini disampaikan oleh fuqoha Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan Dhahiriyah dalam kasus jual beli benda yang ghaib (tidak ada ditempat) atau benda yang belum pernah diperiksa. Sedangkan menurut Imam Syafi’i khiyar ru’yah ini tidak sah dalam proses jual beli karena menurutnya jual beli terhadap barang yang ghaib (tidak ada ditempat) sejak semula dianggap tidak sah. Adapun landasan hukum mengenai khiyar ru’yah sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits:
من اشترى شيئا لم يراه فهو بالخيار اذاراه (رواهالدارقطنى عن أبي هريرة)
Barang siapa yang membeli sesuatu yang belum pernah dilihatnya, maka baginya hak khiyar ketika melihatnya.” (HR Ad-Daruqutni dari Abu Hurairah).



5.      Khiyar Naqd (Pembayaran)
          Khiyar naqd tersebut terjadi apabila dua pihak melakukan jual beli dengan ketentuan jika pihak pembeli tidak melunasi pembayaran, atau pihak penjual tidak menyerahkan barang dalam batas waktu tertentu. Maka pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk membatalkan atau tetap melangsungkan akad.[16]

6.      Khiyar Ta’yin
Khiyar at-Ta’yin adalah khiyar hak pilih bagi pembeli dalam menetukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli. Contoh adalah dalam pembelian keramik, misalnya ada yang berkualitas super (KW 1 ) dan sedang (KW 2). Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui pasti mana keramik yang super dan mana keramik yang berkualitas sedang. Untuk menentukan pilihan itu ia memerlukan bantuan pakar keramik dan arsitek.khiyar seperti ini, menurut ulama hanafiyah adalah boleh. Dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda kualitas sangat banyak, yang berkualitas ini tidak diketahui dengan pasti oleh pembeli, sehingga ia memerlukan bantuan seorang pakar. Agar pembeli tidak tertipu dan agar produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya, maka khiyar at-ta’yin dibolehkan.
       Akan tetapi, jumhur ulama fiqih tidak menerima keabsahan kyiar at-ta’yin yang dikemukakan ulama Hanafiyah. Alasan mereka, dalam akad jual beli ada ketentuan bahwa barang yang diperdagangkam (as-si’lah) haeus jelas, baik kualitas maupun kuantitasnya.dalam persoalan khiyar at-ta’yin, menurut mereka kelihatan bahwa identitas barang yang akan dibeli belum jelas ,oleh karena itu yang  termasuk ke dalam jual beli al ma’dum (tidak jelas identitasnya) yang dilarang syara. [17]

C.    KHIYAR DAN PERMASALAHANNYA

1.      Siapa Pemilik Hak Khiyar?
Siapa pemilik hak khiyar, penjual atau pembeli saja? Bagaimana hukum kasus tentang “ barang yang sudah di beli tidak boleh dikembalikan”.
          Pada dasarnya khiyar pada jual beli diperbolehkan. Akan tetapi tergantung ketika akad jual beli berlangsung. Khiyar tidak sah jika salah satu pihak merasa dirugikan atau salah satu darinya ada sebuah kebohongan. Dalam pembahasan diatas sudah sangat jelas mengenai sah dan batalnya khiyar. Sah jika syaratnya terpenuhi, khiyar akan batal jika persyaratan tidak terpenuhi atau salah satu pihak merasa dirugikan. Karena unsur kebohongan, untuk itu apabila kita membeli sesuatu harus teliti, cermat dan hati-hati.
            Pemilik hak khiyar adalah penjual dan pembeli, jadi apabila ada penjual yang sudah menuliskan “barang yang sudah dibeli tidak boleh dikembalikan”. Itu merupakan akad dari penjual maka pembeli sebelum membeli atau mengesahkan jual belinya harus lebih teliti. Tetapi apabila kita merujuk pada hadits:
عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اْلمُتَبَا يِعَانِ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِا لْخِيَارِ عَلَى صَا حِبِهِ مَا لَمْ يَتَفَرَّ قَا إِلاَّ بَيْعَ الْخِيَا رِ.
Artinya: Setiap penjual dan pembeli berhak memilih (khiyar) atas yang lainnya selama belum berpisah, kecuali jual beli khiyar, maka boleh dikembalikan, akan tetapi ada perjanjian akad terlebih dahulu dengan penjual meskipun sudah tertera barang yang sudah dibeli tidak boleh dikembalikan.[18]

2.      Khiyar dalam Jual Beli Ghubun (Curang)
         Jika seseorang telah menjual dan membeli dan terjadi kecurangan, dia boleh rujuk dan membatalkan akad dengan syarat ia tidak mengetahui harga barang dan tidak pandai menawar. Jika hal ini terjadi, ia boleh melakukan khiyar, melangsungkan akad atau membatalkannya. Dalam sebuah riwayat bahwa Hibban bin Munqis melaporkan kepada Rasulullah saw bahwa dia ditipu dalam jual beli. Maka Beliau bersabda kepadanya :
“Jika kamu melakukan jual beli, maka katakan : tidak ada tipuan.” Ibnu Ishak dalam riwayat Yunus bin Bakir Abdul ‘Ala menambahkan: “Kemudian Engkau boleh melakukan khiyar pada semua barang yang kamu beli selama tiga malam. Jika kamu senang, ambilah, jika tidak, kembalikanlah.”[19]
3.        Hukum Jual Beli Barang Cacat
         Manakala akad telah berlangsung dan si pembeli telah mengetahui adanya cacat, dalam keadaan seperti itu akad merupakan kelaziman dan tidak ada khiyar (lagi), karena ia telah rela dengan barang tersebut. Adapun jika pembeli belum mengetahui hal tersebut (cacat) kemudian setelah akad, baru ia mengetahuinya, dalam keadaan seperti ini akad dinyatakan benar, tetapi tidak merupakan kelaziman. Pembeli berhak melakukan khiyar antara mengembalikan barang dan mengambil kembali pembayarannya yang telah diberikan kepada penjual, atau ia meminta ganti rugi (pengurangan) sesuai dengan adanya keadaan cacat, kecuali jika ia rela menerima seperti itu, atau tanda-tanda yang menjelaskan kerelaan seperti menawarkan yang baru ia beli untuk dijual (lagi) atau menggunakannya atau menguasainya.[20]


4.      Cara Menggugurkan Khiyar
1)      Pengguguran jelas (sharih)
Pengguguran oleh orang yang berkhiyar, seperti menyatakan “saya batalkan khiyar dan saya ridha.” Denga demikian, akad menjadi lazim (sahih).
2)      Pengguguran dengan dilalah
Ialah tasharruf (beraktivitas dengan barang tersebut) dari pelaku kiyar yang menunjukan bahwa jual beli tersebut jadi dilakukan, seperti pembeli menghibahkan barang tersebut kepada orang lain, atau sebaliknya pembeli mengembalikab kepemilikan kepada penjual. Pembeli menyerahkan kembali barang kepada penjual menunjukan bahwa ia membatalkan jual beli atau akad.
3)      Pengguguran khiyar dengan kemudaratan
·         Habis waktu
·         Kematian orang yang memberikan syarat
·         Barang rusak ketika masih khiyar
·         Adanya cacat pada barang[21]
D.    GARANSI
1.      Pengertian Garansi
          Garansi adalah jaminan atau tanggungan. Ia termasuk salah satu bentuk layanan purna yang diberikan oleh penjual kepada pembeli, dalam bentuk perjanjian tertulis. Sedangkan jaminan dalam definisi "janji seorang untuk menanggung utang atau kewajiban pihak lain", dalam fiqh termasuk dalam bab dhaman, yaitu menanggung atau menjamin utang, menghadirkan barang atau orang ke tempat yang ditentukan.[22]
          Dalam hal ini terkecuali kerusakan atau cacat yang telah diketahui  diberitahu garansi atau jaminan ini punya jangka waktu tertentu. Contohnya A membeli sebuah pesawat televisi kepada toko B, lantas pihak toko pada waktu menyerahkan barang juga menyertakan kartu garansi dalam waktu garansi dan selalu dicantumkan ketentuan-ketentuan garansi yang diberikan termasuk juga jangka waktunya seperti lazimnya 1 tahun, 2 tahun atau 3 tahun.
2.      Dasar Hukum Garansi
          Menurut  pandangan ahli hukum Islam perjanjian seperti ini dapat diterima (tidak bertentangan) dengan ketentuan hukum Islam. Ibnu Al-Qayyim mengemukakan: “Ini suatu kesepakatan dari mereka,bahwa jual beli sah dan boleh adanya syarat bebas cacat” (Sayid Sabiq,12,1998:92).
          Menurut penulis dasar hukum pembolehan garansi dalam perjanjian jual beli dapat disandarkan kepada hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya berbunyi sebagai berikut: “Kamu telah mengetahui tentang urusan duniamu”.
          Ditengah-tengah masyarakat dewasa ini, persoalan garansi ini bukan lagi merupakan hal yang baru, bahkan masyarakat luas nampaknya sudah menerimanya sebagai suatu kebiasan bahkan boleh dikatakan merupakan kelaziman dan biasanya bila seseorang membeli sesuatu barang berharga, sebelum transaksi  jual beli dilaksankan terlebih dahulu ditanyakannya tentang garansinnya.
          Apabila ada suatu kelaziman telah diterima ditengah-tengah masyarakat,dan kelaziman itu tidak pula bertentangan dengan ketentuan syari”at Islam  (Hukum Islam), maka kelaziman tersebut adalah merupakan hukum, hal ini sejalan dengan kaidah hukum islam yang dalam Bahasa Indonesianya berbunyi sebagai berikut: “adat kebiasaan itu diakui sebagai landasan dasar hukum”. Atau dalam istilah lain bahwa kebiasaan itu merupakan sumber hukum. Sedangkan kalau dilihat dari segi kemanfaatannya kepada mayarakat  luas tentunya sangat besar sekali, sebab dengan adanya perjanjian garansi dalam jual beli ini sekaligus sebagai perlindungan terhadap konsumen yang ada pada tingkat berada dibawah pihak penjual.[23]
          Pada prinsipnya khiyar dan garansi ini adalah salah satu cara yang dilakukan oleh penjual dalam rangka memberikan kepuasan kepada pembeli sehingga terciptanya kepuasan antara kedua belah pihak. Garansi dalam hal ini adalah jaminan dari pihak penjual bahwa barang yang dijualnya adalah barang yang terbaik.[24]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara bahasa dapat diartikan ‘’pilihan, kebebasan memilih, kemauan sendiri, kebaikan, berdasarkan kemauan sendiri. Sedangkan menurut istilah yang disebutkan didalam kiitab fiqih islam yaitu ‘’khiyar artinya boleh memilih antara dua, meneruskan aqad jual beli atau di urungkan, (ditarik kembali tidak jadi jual beli).
Dasar hukum khiyar dijelaskan pada hadist yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut :
عن ابن عمر يقول قال رسول الله صلى الله عليه و سلم كل بيعين لا بيع بينهما حتى يتفرقا إلا بيع الخيار
Bersumber dari Ibnu Umar, ia berkata : Rasulullah bersabda : Masing-masing penjual dan  pembeli, tidak akan  terjadi jual-beli di antara mereka sampai mereka berpisah, kecuali dengan jual-beli khiyaar
Khiyar terbagi menjadi beberapa macam, diantaranya yaitu : Khiyar Majlis, Khiyar Syarat, Khiyar Aib, Khiyar Ru’yah, Khiyar Naqd (pembayaran) dan  Khiyar Ta’yin. Sedangkan beberapa permasalahan yang terjadi dalam khiyar diantarnya yaitu:
1.      Siapa pemilik hak khiyar?
2.      Khiyar dalam jual beli ghubun (curang)
3.      Hukum jual beli barang cacat
4.      Cara mengugurkan khiyar
Garansi adalah jaminan atau tanggungan. Ia termasuk salah satu bentuk layanan purna yang diberikan oleh penjual kepada pembeli, dalam bentuk perjanjian tertulis. Sedangkan dasar hukum pembolehan garansi dalam perjanjian jual beli dapat disandarkan kepada hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya berbunyi sebagai berikut: “Kamu telah mengetahui tentang urusan duniamu”.

                                  DAFTAR PUSTAKA
Anwar Moch. 1973 .FIQIH ISLAM .Bandung: PT. Alma’arif
Chairuman Pasaribu. Suhrawardi K.Lubis. 2004. HUKUM PERJANJIAN DALAM ISLAM. Jakarta: Sinar Grafika
Hasbiyallah. 2014. SUDAH SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?. Yogyakarta : Salma Idea
Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj. 1993. SHAHIH MUSLIM (Terjemah Oleh Adib Bisri Mustofa)  Jilid III. Semarang: CV. Assyifa
Mardani. 2013. HUKUM PERIKATAN SYARIAH DI INDONESIA. Jakarta: Sinar Grafika
Rasjid Sulaiman. 2012. FIQH ISLAM. Bandung:  Sinar Baru Algesindo
Syafei Rahmat. 2001. FIQIH MUAMALAH.Bandung: PT.Pustaka Setia



[1] Syafei Rahmat . FIQIH MUAMALAH (Bandung: PT.Pustaka Setia, 2001) Hal. 103
[2] Hasbiyallah. SUDAH SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?.( Yogyakarta : Salma Idea. 2014) Hal.13
[3] Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj, SHAHIH MUSLIM (Terjemah Oleh Adib Bisri Mustofa),  Jilid III, (Semarang: CV. Assyifa’, 1993 Hal. 4
[4] Hasbiyallah. SUDAH SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?.( Yogyakarta : Salma Idea. 2014) Hal. 14
[5] Anwar Moch. FIQIH ISLAM (Bandung: PT. Alma’arif, 1973)  hal.130
[6] Hasbiyallah. SUDAH SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?.( Yogyakarta : Salma Idea. 2014) Hal. 15
[7] Mardani. 2013. HUKUM PERIKATAN SYARIAH DI INDONESIA. Jakarta: Sinar Grafika. Hal.114
[8] Rasjid Sulaiman. FIQIH ISLAM  (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo 2012) Hal.286
[9] Hasbiyallah. SUDAH SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?.( Yogyakarta : Salma Idea. 2014) Hal. 14
[10] Mardani. HUKUM PERIKATAN SYARIAH DI INDONESIA (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) Hal. 115
[11] Hasbiyallah. SUDAH SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?.( Yogyakarta : Salma Idea. 2014) Hal. 16
[12]Ibid. Hal 116

[13] Hasbiyallah. SUDAH SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?.( Yogyakarta : Salma Idea. 2014) Hal. 18
[14] Mardani. HUKUM PERIKATAN SYARIAH DI INDONESIA( Jakarta: Sinar Grafika, 2013) Hal. 121
[15] Ibid. Hal 123
[17] Mardani. HUKUM PERIKATAN SYARIAH DI INDONESIA( Jakarta: Sinar Grafika, 2013) Hal. 113
[19] Hasbiyallah. SUDAH SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?.( Yogyakarta : Salma Idea. 2014) Hal. 18
[20] Ibid. Hal 19
[21] Syafei Rahmat . FIQIH MUAMALAH (Bandung: PT.Pustaka Setia, 2001) Hal. 110
[22]Rasjid Sulaiman. FIQH ISLAM. (Bandung:  Sinar Baru Algesindo , 2012)  Hal. 312

[23] Chairuman Pasaribu. Suhrawardi K.Lubis.HUKUM PERJANJIAN DALAM ISLAM. (Jakarta: Sinar Grafika, 2004)Hal. 44
[24] Hasbiyallah. SUDAH SYARI’AHKAH MUAMALAHMU?( Yogyakarta : Salma Idea, 2014) Hal.18

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PAI F 2016 UINSGD